CERPEN | Alif ketua kelas baik hati dan rajin menabung. Saking baiknya dia suka gembar-gembor
kalau kentut. Bahkan dia bekapkan dengan tangannya ke hidung orang
disekitarnya. Tidak hanya itu, perannya sebagai ketua kelas sangat dihargai
konstitusi. Dia akan sangat didengar suaranya meski tak berkata apa pun.
Maksudnya? Ente pikir aje sendiri. Hehe..
Dari berbagai sudut pandang dia memang gak pantes jadi ketua kelas.
Tubuhnya yang kurus dan jidatnya yang lebar dengan tatapan matanya yang teduh
membuat dia dikasihani menjadi presiden kelas dua itu. Berbeda dengan lawannya
Mim. Anak yang bertubuh kekar mirip pohon pisang di belakang kelas. Jalannya
gagah. Bleg..bleg bleg. Membuat bumi gempa. Tapi sayang, dibalik tubuh kekar
dan tampang gagah. Suaranya mirip burung pipit kejepit pintu. Akhirnya dengan
segenap takdir yang digariskan Tuhan, Alif terpilih jadi ketua kelas.
Sebenarnya siswa yang lain juga gak terima, tapi apa mau dikata. Kalau
bukan karena Lam yang jadi wakil. Alif tak akan pernah jadi ketua kelas. Lam
bermata empat-dibaca pake kacamata- pintar dan juara kelas enam tahun
berturut-turut. Kok bisa? Kan baru kelas dua. Tapi, kepintarannya itu yang
membuat dia gak mau dijadiin ketua. Dia selalu punya prinsip. “Ane gak mau
kalau di depan, tapi kalau dibelakang ane siap bantu.”
Pagi itu Alif bersemangat sekali. Dia sapa semua kawan dan guru-guru
dengan senyum lebar. Ada sesuatu yang dia harapkan dalam hatinya yang terdalam.
Ketika dia berdiri di mulut pintu kelas.
“Assalamualaikum.. Selamat pagi gaes.”
Dia tertegun. Terdiam lesu. Tak ada yang menjawab salamnya yang begitu
heboh. Lalu dia duduk disamping lam yang lagi baca buku.
“Lam. Lamlekum! Serius amat ente.”
“Berisik lu! Sebentar lagi ujian Bahasa Arab.”
Alif mengalihkan pandangan ke belakang. Ada Mim disana melihat dia.
Pandangan mereka pun bertemu. “Astagfirullah.” Desis alif.
“Apa lu liat-liat! Suka sama ane?” Terang Mim sambil tertawa.
“Najong deh.”
Alif langsung berdiri dan tertegun di depan jendela. Tatapannya
terlempar jauh ke luar sana. Kosong. Kenapa mereka gak ada yang ingat. Seminggu
yang lalu pas Mim ulang tahun seisi kelas merayakanya dengan memberi surprise
kue super besar dengan lilin segede monas. Pas Lam ulang tahun juga ditraktir
seharian di kantin. Walaupun sebelumnya dia dilempari telur busuk, buah busuk,
tepung kanji, sandal putus dan tabung gas. Lalu diguyur dengan air got yang
berwarna ijo. Meski menderita tapi akhirnya happy ending dengan makan apa
sepuasnya di kantin. Lha aku? Gak ada yang peduli. Bahkan gak ada yang inget.
Padahal aku ketua kelas, orang nomer satu di kelas ini. Bagaimana mungkin
mereka melupakan orang paling berpengaruh sepertiku. Sambil memegang butiran
air dari balik kaca jendela. Hati alif menangis. Matanya berkaca-kaca.
Tiba-tiba terdengar lagu titanic yang begitu syahdu.
Tururuuut tururu ruuttt . . . Tururuuut tururu ruuttt . . .
“Assalamualaikum.” Ust Mudzoffar masuk kelas tiba-tiba.
“Seperti yang saya katakan minggu lalu. Hari ini kita ujian.”
“Huhuhu. . “ terdengar teriakan protes dari anak-anak di kelas.
“Ujian apa ust?” pertanyaan polos. Modus pura-pura gak tahu. Biasanya
anak busfin kaya gini. Hehehe
“Silahkan tutup bukunya dan kumpulkan di depan. Ayo cepat! Bi sur’ah!”
Dengan muka pasrah dan bibir manyun mereka mengumpulkan buku.
“Alif! Cepat kumpulkan!” Alif cuma bisa garuk kepala. Dia belum belajar
sama sekali.
Soal ujian pun dibagikan. Seketika terlihat asap mengepul dari kepala
mereka dan huruf arab mengapung memenuhi atap kelas.
***
Bel pulang berbunyi. Alif berjalan dengan jaket lusuh dipundaknya. Di
sela bibir tampak mengering terselip sebatang rumput liar. Jelas menatap awan
berarak. Wajah murung semakin terlihat. Dengan langkah gontai tak terarah, keringat
bercampur debu jalanan. Eits kok kaya lagu Ebit ya. Nyanyi dulu lah. Haha..
Selepas shalat dzuhur Alif tidur-tiduran saja di Kasur semata wayangnya.
Dia selipkan wajahnya di bawah bantal. Betapa stressnya hari ini. Sudah gak ada
yang inget dengan ultahnya. Ujian dadakan Bahasa arab juga jeblog nilainya.
Kalau lagi stress kaya gini biasanya dia baca Al Quran. Ciee.. Santri idaman.
Kata ust. Mudzoffar- wali kelasnya - juga kalau Al Quran itu obat galau.
Alif terbangun dan mendekati lemarinya hendak mengambil mushaf.
“Kok terkunci? Perasaan tadi gak dikunci. Kuncinya juga nempel disini.
Kok gak ada ya.” Dia coba cari-cari di saku celana, di kolong ranjang, di rak
buku gak ketemu. “Aduh. Dimana ya kuncinya?” kalau kaya gini terpaksa harus
dijebol. Dia cari alat-alat buat jebol ke kamar sebelah.
“Lam. Ente punya obeng gak?”
“Gak ada.”
“Palu?”
“Gak ada.”
“Linggis?”
“Gak ada”
“Kok gak ada mulu sih jawabnya. Ane butuh buat jebol lemari nih.”
“Emang gak ada. Mau gimana lagi.”
“Adanya apa?”
“Jarum sama boneka.”
“Ane kan mau jebol lemari bukan mau nyantet.” Alif langsung sewot.
Setelah membenturkan jidat lebarnya sebanyak tujuh kali, akhirnya jebol
juga tuh lemari. Mata Alif terbelalak ketika melihat barang-barangnya habis tak
ada. Hanya ada satu kotak disana. Dengan rasa penuh penasaran dia buka kotak
itu perlahan. Dan sial ada kotak lagi. Kotaknya berlapis banyak sekali. Ketika
dia buka kotak ada lagi kotak dan begitu seterusnya sampai kotak kecil
berukuran 5 cm.
“Wah sialan. Ini pasti kerjaan anak-anak. Semoga ini yang terakhir.”
Benar saja di kotak terakhir itu ada secarik kertas.
Selamat ulang tahun Alif.Semua barang-barang ente disita! Dan bisa diambil di tempat yang ada di
peta dibelakang kertas ini.Selamat ya. Selamat berjuang. ^ ^
2.2
“Aaghrrkk.. ini pasti kerjaan Lam Mim. Awas ya akan kubalas!”
***
Pencarian pun dimulai. Alif berlari ke belakang kamar, ada pohon mangga
tinggi di kebun tetangga. Buah manga yang ranum. Peci hitam terselip disalah
satu dahannya. Dengan berat hati alif naik pohon. Baru beberapa langkah
merangsek naik. Tiba-tiba terdengar teriakan. “Maling. . Maling. . “
“Waduh bahaya. Ada yang punya.” Alif buru-buru mengambil pecinya. Lalu
segera turun. Orang itu berlari ke arahnya bersama anjing peliharaannya.
“Ampun ampun! Saya gak maling pak!!!” anjing bapak itu mengejarnya. Alif
berlari tunggang langgang. Anjing berlari semakin dekat. Alif berteriak
ketakutan. “Tolooong. . .” Anjing itu lebih cepat larinya. Saking cepatnya dia
mampu menyalip Alif dibelokan. Kini alif yang mengejar anjing. Anjing semakin
jauh di depan saudara-saudara. Apa yang terjadi selanjutnya? Ternyata anjing sadar
kalau sebenarnya dia sedang mengejar Alif. Dia berhenti mendadak. Lalu berbalik
ke belakang. Aif berlari sambil menangis. Hahaha
***
Beruntung anjing gak punya akal, jadi masih bisa diakalin. Sedangkan
yang kini dihadapannya gak bisa diakali lagi. Sarung kesayangannya berkibar di
tiang. Yupz. Tapi yang jadi masalah, tiangnya berdiri di tengah kolam ikan.
Banyak buaya dan ikan piranha di dalamnya. Hahaha. Alif harus nyebur dan
berenang untuk mengambilnya. Ah seandainya ada doraemon, mungkin dia akan merengek
minjam baling-baling bambu.
Alif hampir menyerah. Dia sudah tak mau lagi mengambilnya. Tapi, ketika
sarung itu tertiup angin dan hampir jatuh. Dia langsung melompat dan berenang
kearahnya. Ketika sarung sudah di tangan kini giliran buaya dan piranha
menyerangnya. “AArghhhkk.. Toloong.” Alif berenang sekencang-kencangnya.
Teman-temannya tertawa melihatnya dari asrama lantai dua.
***
Alif menggigil kedinginan. Tubuhnya kotor. Baju putihnya telah berubah
coklat. Ada bulu-bulu ayam yang menempel disana, juga bercak-bercak kotoran
ayam. Yupz. Itu karena barusan dia mengambil jam tangannya yang dipasang di
sayap ayam di dalam kandang ayam yang berisi dua ribu ayam. Gila! Gimana gak
puyeng tuh ngambilnya. Bagai mencari jarum diatas tumpukan jerami. Tapi, alif
berhasil meski haru berdarah-darah.
Lam dan Mim dibalik semua ide ini. Kini teman-teman sekelasnya berkumpul
di depan api unggun.
“Kalian keterlaluan! Teman macam apa kalian ini.” Muka Alif merah padam.
“Kalian puas ngerjain ane kaya gini? Hah?! Jawab!” Alif hampIr nangis. Teman-temannya
yang lain diam saja. “Kenapa diam aja?!” Disela-sela kemarahannya Alif
sesenggukan dan tiba-tiba hidungnya mengeluarkan gelembung ingus yang membuat
yang lain tertawa.
Alif yang mau marah pun jadi gak jadi. Lam dan Mim merangkulnya.
“Kami hanya ingin memberi hadiah penuh arti buat ente lif.”
“Kenangan yang gak bakal ente lupain seumur hidup ente.” Tambah Mim.
Alif Lam Mim berpelukan, Alif menangis haru.
Lalu ada tiga kotak disodorkan di hadapan Alif. Alif membuka kotak yang
pertama, ada baju-bajunya yang terlipat rapi. Lalu buka kotak kedua, ada mushaf
merah kesayangannya. Dan di kotak terakhir ada baju baru yang masih wangi.
“Terima kasih ya kawan-kawan semua.” Alif kembali meraung-raung terharu.
Ternyata dibalik diam mereka tadi pagi, Mereka sebenarnya sedang merncanankan
sesuatu.
Ust. Mudzoffar datang membawa sebatang rotan kecil di tangannya. Beliau
adalah wali kelas 2.2
“Ada apa ini rame-rame malam-malam begini.” Waduh. Pasti kita dimarahin.
Pikir Alif.
“Bukannya pada ngaji. Malah pada kumpul disini.” Siapa yang menyuruh
kalian disini?!” anak-anak itu terdiam semua. “Ayo jawab!” Plaakk! Rotan itu
dipukulkan ke kayu. Terdengar menakutkan.
“Kenapa gak dijawab? Kalau begitu
kalian semua saya hukum!”
“Saya yang salah ust. Hukum saja saya!” Kata Lam.
“Saya yang salah ust. Hukum saja saya!” Kata Mim.
“Mereka gak salah ustadz. Saya yang salah ust. Kalau saja saya gak ulang
tahun hari ini, maka gak akan seperti ini. Hukum saja saya!” Bela Alif.
“Baiklah kalau begitu Alif saya hukum.” Alif maju kemari! Angkat tangan
kamu!” tangannya menengadah mirip orang sedang qunut. Siap untuk dipukul rotan.
“Tutup mata!” Settt. . terdengar suara
rotan diayunkan ke udara. Plakk..Plakk plakkk!!! Rotan itu dipukulkan tiga kali.
Bersamaan dengan itu Alif dan teman-temannya yang lain berteriak histeris.
“Aaaakkkhh…”
Alif membuka mata. Ternyata tak terjadi apa-apa dengan tangannya. Ust
tadi memukul kardus ditangannya. “Apa ini ustadz?”
“Buka saja!” Alif melihat sebuah kamus berwarna biru.
“Itu kado penuh arti yang sesungguhnya.
Selamat ulang tahun Alif. Kamu
memang ketua kelas yang hebat.”
Alif menangis haru. Ya terharu seperti mata-mata yang menyaksikannya.