ISLAM DAN PARIWISATA
Oleh: Tim Kajian Ilmiah Bustany
Bagi
sebagian orang, rekreasi ke berbagai tempat wisata merupakan aktivitas yang
sangat mengasyikkan. Terlebih, bila dilakukan bersama sanak famili, rekan kerja, atau teman sekolah. Namun, sebagian
yang lain lebih senang diam atau duduk-duduk di rumah menghabiskan waktu bersama keluarga daripada jalan-jalan.
Lumrahnya,
rekreasi dilakukan
di saat libur; libur kerja atau libur sekolah. Pada momen inilah, orang-orang
memanfaatkan dengan mendatangi tempat wisata yang memiliki panorama alam yang
indah, mulai kolam renang, puncak, air terjun, dan pantai. Bahkan, tidak jarang
bagi kalangan yang berduit melakukan rekreasi ke berbagai belahan dunia,
seperti Italia dengan Colosseum dan menara miring-nya; Pisa, Cina dengan Tembok
Raksasa-nya, Prancis dengan Menara Eifel-nya, Amerika dengan air terjun
Niagara-nya, dan negara-negara lain yang menyuguhkan berbagai macam wisata, baik
kuliner atau religi.
Rekreasi dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah rihlah.[1] Hanya
saja, kata rihlah lebih diarahkan pada makna perjalanan dalam rangka menuntut
ilmu. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rekreasi atau yang dikenal juga dengan istilah tamasya, darmawisata, dan
piknik merupakan sebuah perjalanan atau kunjungan ke tempat-tempat wisata dengan
waktu yang relatif singkat.[2]
Rekreasi ke berbagai tempat wisata
dipastikan tidak lepas dari maksud dan tujuan. Tujuan tersebut antara lain:
A.
Merenungi keindahan ciptaan Tuhan
Ciptaan Tuhan yang tersebar di
jagat raya ini, mulai dari gunung, laut, air terjun dan sejenisnya memiliki
keindahan yang sangat luar bisa. Laut misalnya, di dalamnya penuh dengan
keanekaragaman biota-biota laut, meliputi karang, ikan dengan segala jenis dan variannya
dan tentu pantai yang memiliki pasir putih nan indah. Hal ini tidaklah
mengherankan, mengingat Allah adalah Dzat yang indah dan mencintai keindahan.
صحيح مسلم - (ج 1 / ص 247)
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ
الْجَمَالَ
"Sesungguhnya Allah itu
indah dan senang akan keindahan"
Dapat dipastikan bila yang
mencintai keindahan akan menciptakan keindahan itu sendiri, sebagaimana yang
dilakukan Allah swt. yang menciptakan benda-benda yang indah yang tersebar di
alam ini.
Keindahan inilah yang menjadi
daya tarik bagi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata ke suatu tempat
guna mengetahui secara langsung keagungan Tuhan lewat ciptaan-Nya. Bukankah
Nabi pernah berpesan dalam sebuah haditsnya agar kita merenungi ciptaan-Nya
bukan Dzat-Nya.
كنز العمال في سنن الأقوال والأفعال -
(ج 3 / ص 106)
تَفَكَّرُوْا فِي خَلْقِ اللهِ وَلاَ تَفَكَّرُوْا
فِي اللهِ
"Berfikirlah
tentang ciptaan Allah dan janganlah engkau berfikir tentang (Dzat) Allah."
Jika saja merenungi ciptaan
Allah merupakan sebuah keharusan yang hanya bisa terejawantahkan dengan cara rekreasi,
maka rekreasi merupakan sebuah keniscayaan, karena ia menjadi sarana yang bisa
mengantarkan kepada tujuan, yaitu merenungi Allah. Dalam kaidah Ushul
disebutkan,
(حاشية العطار -
ج 2 / ص 159)
الْمَقْدُورُ الَّذِي لَا يَتِمُّ
الْوَاجِبُ الْمُطْلَقُ إلَّا بِهِ وَاجِبٌ
Sejatinya, merenungi ciptaan
Allah tidak hanya bisa dilakukan dengan cara mendatangi tempat wisata atau
rekreasi, namun juga bisa dengan merenungkan ciptaan-Nya yang terdapat dalam
diri manusia, baik dalam bentuk rupa yang menawan atau dari segi bentuk fisik
yang sangat sempurna. Pemahaman ini didasarkan pada kata khalqillah yang
dalam kajian ilmu ushul fiqh masuk dalam kategori lafad umum ('am).[3] Jadi, rekreasi
bukanlah satu-satunya sarana yang bisa mengantarkan seseorang untuk merenungi
Allah, karena masih banyak sarana-sarana yang lain dari ciptaan-Nya yang bisa
mengantarkan kepada merenungi Allah.
B.
Menghilangkan stres dan menjernihkan pikiran
Tak jarang perjalanan (rekreasi)
yang dilakukan seseorang ke berbagai tempat wisata adalah bertujuan
menjernihkan pikiran. Padatnya tugas yang diemban di perkantoran atau di sebuah
perusahaan mengharuskan diri me-refresh kembali pikiran guna
menghilangkan stres dan kejenuhan. Tugas yang terlalu padat tentu akan membuat pikiran
menjadi jenuh dan tak jarang berujung pada stres. Stres yang dibiarkan
berlarut-larut akan berdampak negatif bagi kesehatan, baik terhadap fisik
ataupun psikis.
Oleh karenanya, sebelum
terlambat, hendaknya dilakukan tindakan preventif. Mengingat, mencegah lebih
mudah daripada mengobati, sebagaimana dalam kaidah kesehatan.
اَلْوِقَايَةُ خَيْرٌ مِنَ الْعِلاَجِ
“Pencegahan lebih baik daripada
pengobatan”
Dalam hal ini, solusi terbaik
untuk kembali menjernihkan pikiran adalah rekreasi. Yang pasti, rekreasi ke
tempat yang memiliki panorama alam yang indah nan asri. Dapat dipastikan, pikiran
akan kembali segar setelah menyaksikan indahnya panorama alam yang terserak di
depan mata.
C.
Mengambil pelajaran dan peringatan
Di dalam al-Qur’an, terdapat banyak ayat yang
menganjurkan untuk melakukan tamasya untuk tujuan mulia. Dan yang paling
sering dianjurkan adalah lawatan dalam rangka nadhar, yaitu perenungan
dan penghayatan terhadap penciptaan alam semesta dan fenomena-fenomena alam
yang menimpa kaum membangkang. Misalnya, firman Allah berikut:
قُلْ سِيْرُوا فِي الأَرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ
عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (الأنعام/11)
“Katakanlah: Berjalanlah di
muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan itu."
Kejadian-kejadian yang menimpa kaum membangkang banyak diceritakan di dalam
al-Qur’an. Di antaranya, tentang pembangkangan yang dilakukan kaum Nabi Nuh
yang tidak mau mengikuti ajakannya untuk menyembah Allah
Kebanyakan
ulama salafuna al-shalih, melakukan tamasya sebagai sarana perjuangan.
Pada
dasarnya rekreasi boleh-boleh
saja dilakukan. Dalam arti, Islam tidak melarang dan tidak memerintahkan.
Senyampang, rekreasi yang dilakukan tidak
menjadi prasyarat atau terlaksananya tugas manusia sebagai hamba atau selama
tidak menjadi media terjerumusnya seseorang ke jurang kemaksiatan.
Bertamasya
ini umumnya dilakukan orang dengan tujuan bersenang-senang, menghibur diri, dan
menghilangkan sejenak kepenatan sembari menjernihkan pikiran.
Tamasya: perjalanan untuk menikmati pemandangan, keindahan alam, dsb
Post a Comment