POTRET PEMIMPIN MASA DEPAN
Oleh: Tim Kajian Ilmiah Bustany
Siapa yang tak kenal Ketua Mahkamah Konstitusi; Prof. Mahfud
MD, Menteri BUMN; Dahlan Iskan, Gubernur DKI Jakarta; Joko Widodo, dan sederet
nama pejabat yang tengah mewarnai negeri ini. Mereka adalah sosok pemimpin yang
sedang dielu-elukan saat ini. Bukan lantaran kekayaannya yang melimpah dan juga
bukan fisiknya yang sempurna, namun sepak terjangnya yang mereka lakukan mampu
mencerminkan seorang pemimipin yang sesuai dengan harapan rakyatnya; jujur, tegas, adil, serta amanah.
Dalam konteks
Indonesia, pemimpin seperti mereka sangatlah dibutuhkan. Mengingat, negara
Indonesia yang sedang dalam kondisi kiritis disebabkan banyaknya pejabat –dari
tingkat bawah hingga pejabat tinggi negara– yang korup dan tak lagi memikirkan
nasib rakyatnya. Kekuasaan hanyalah dijadikan ajang untuk mengeruk kekayaan negara
sebanyak mungkin. Tak hayal, bila Indonesia menduduki peringkat kelima negara
terkorup sedunia dan menduduki peringkat pertama negara terkorup di Asia-Pasifik.[1]
Pemimpin atau pimpinan dalam Islam dikenal dengan istilah imamah,
khilafah, imarah, dan mulk.[2] Walaupun istilah
pemimpin memiliki ragam kata,
namun pada tataran prakteknya sama, yaitu memimpin umat menuju kesejahteraan.
Menurut Ibnu Taimiyah, pemimpin yang membawa
rakyatnya ke jalan kemaslahatan, dialah yang dikenal dengan ulil amri yang
oleh Allah swt diperintahkan untuk ditaati selama tidak memerintahkan ke jalan
kemaksiatan.
Dalam sejarah Islam, kepemimpinan yang
baik
pernah dipraktekkan Rasulullah saw. Di samping sebagai Nabi, beliau juga dikenal sebagai seorang pemimpin
negara yang sangat adil, jujur, dan tegas. Ketegasan beliau tercermin dalam salah satu haditsnya;
صحيح البخاري - (ج 13 / ص 201)
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ
مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Demi Dzat yang Muhammad dalam kekuasaan-Nya, andaikan Fatimah ra putri
Muhammad saw mencuri, niscaya aku potong tangannya.”
Nabi saw tidak pandang bulu dalam menegakkan kebenaran, kendatipun itu
terjadi pada keluarganya sendiri. Beda halnya dengan akhir-akhir ini, di mana
kebenaran sulit ditegakkan, terlebih bila terjadi pada koleganya sendiri.
Pembelaan mati-matian akan dilakukan, sebab akan menjadi aib bagi keluarga bila
terbukti tersandung masalah.
Selain Nabi, kepemimpinan yang dinilai cukup berhasil dalam membangun
masyarakatnya adalah khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sifat yang ditunjukkan
beliau bukan hanya ketegasan dan keadilannya dalam memimpin, namun juga
memiliki sifat wara’ dan rasa empati yang sangat tinggi terhadap rakyatnya.
Pernah suatu ketika beliau mematikan lampu di kantornya tatkala ngobrol bersama
putranya, kontan saja putra beliau menanyakan perihal tersebut, dan beliau
beralasan karena bukan membicarakan urusan kenegaraan. Selain itu, beliau
pernah mengantarkan sendiri kebutuhan pokok masyarakatnya di tengah terik
matahari.
Umar bin Abdul Aziz dinilai cukup
sukses sebagai pemimpin. Sejarah mencatat, bahwa ketika masa kepemimpinannya sulit
dijumpai orang yang lagi membutuhkan sembako. Dalam arti, masyarakatnya makmur
dan segala kebutuhannya tercukupi. Tak heran, bila terdapat ungkapan, bahwa kegemilangan
yang pernah diraih Umar tidak akan pernah terulang sepanjang sejarah kehidupan
ini, sebagaimana dalam sya’ir.
حَلَفَ الزمَانُ ليَأتِيَن بِمِثله ... حَنِثَت
يَمِينُكَ يا زَمَانُ فَكَفرِ
“Zaman bersumpah sungguh akan datang seperti dia (pemimpin sekaliber Umar
bin Abdul Aziz) … (akan tetapi) zaman melanggar
sumpahnya, maka bayarlah kaffarat.
Zaman telah bersumpah, bahwa tidak akan ada pemimpin di dunia ini yang
menyamai Umar bin Abdul Aziz. Kalaupun ada, berarti zaman harus bayar kaffarat
lantaran telah melanggar sumpahnya. Syi’ir di atas sesungguhnya hanyalah
ungkapan hiperbolis, namun bukan tidak mungkin hal itu terjadi, karena sulitnya
menemukan pemimpin yang memiliki rasa tanggungjawab dan kepedulian yang sangat
tinggi.
Agar pemimpin benar-benar mampu menjalakan roda pemerintahan, ulama
memberikan beberapa syarat berikut:
A.
Islam
Agama
merupakan pondasi utama dan syarat utama untuk mejadi pemimpin, karena pemimpin
muslim mampu menjaga kemaslahatan Islam beserta pemeluknya. Sebaliknya,
pemimpin non-muslim diyakini akan membawa mudharat kepada warga muslim karena
akan membuat kebijakan yang akan bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam
al-Qur’an, Allah berfirman,
وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ
عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا [النساء/141]
“Dan Allah sekali-kali
tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang
yang beriman.”
B.
Berakal
Berakal berarti bukan anak-anak dan bukan orang gila. Berakal sangat
penting untuk dijadikan syarat sebagai pemimpin karena akan mengurus orang
lain. Sedangkan orang yang belum/tidak berakal bagaimana akan mengurusi orang
lain padahal ia sendiri tidak mampu mengurusi dirinya sendiri.
C.
Laki-laki
Laki-laki
dinilai akalnya lebih sempurna di bandingkan perempuan. Oleh karenanya,
laki-laki dianggap pantas menjadi pemimpin daripada perempuan. Di samping itu,
Allah memberikan keistemewaan kepada laki-laki yang tidak diberikan kepada
perempuan.
Disyaratkannya
pemimpin haruslah laki-laki berdasarkan sebuah Hadits Nabi berikut:
سنن الترمذى - (ج 8 / ص 217)
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً
“Tidak
akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan urusannya pada perempuan.”
Makna harfiyah hadits ini adalah tidak adanya kesempatan bagi seorang perempuan menjadi
pemimpin di tengah-tengah masyarakat. Mengingat, kaum yang dipimpinnya tidak
akan menjadi bahagia. Sebaliknya, hadits ini memberikan ruang yang cukup luas
bagi kalangan laki-laki untuk menempati di pucuk pimpinan.
Namun, hadits di atas tidak dapat langsung dipahami apa
adanya tanpa menganalisis proses disabdakannya dan mengkaitkan dengan kondisi
di mana hadits itu lahir. Sehingga akan diperoleh kesimpulan yang semestinya; boleh
tidaknya perempuan menjadi pemimpin.
Dilihat dari
segi asbab an-nuzul, hadits tersebut lahir disebabkan ada salah satu
shahabat yang bercerita kepada Nabi, bahwa orang-orang Persi telah mengangkat
Putri Kisra menjadi Raja atau Ratu. Di mana raja atau ratu memiliki hak mutlak (kekuasaan
tunggal) dalam memberikan putusan. Beda halnya dengan kepemimipinan di negara
demokrasi yang memiliki sistem pemerintahan trias politica (eksekutif,
legislatif, dan yudikatif).
Dari sini, perempuan memiliki peluang
untuk menjadi pemimpin selam memiliki kemampuan dan integritas. Mengingat, ia
bukanlah satu-satunya yang berhak memberikan putusan, namun harus bermusyawarah
dengan yang lain. Selain itu, sudah banyak pemimpin-pemimpin perempuan yang
berhasil memimpin sesuai tugasnya masing-masing.
D.
Fisik sempurna
Kesempurnaan
fisik memberikan pengaruh besar terhadap kepemimpinan seseorang. Oleh
karenanya, sangat pantas fisik sempurna dijadikan syarat bagi seorang pemimpin.
Jika saja seorang pemimpin tunanetra atau tunarungu, niscaya sangat sulit untuk
mengetahui aspirasi rakyatnya. Bahkan, tidak jarang menyusahkan orang-orang di
sekitarnya.
Selain syarat-syarat di atas, sebagian ulama ada yang mensyaratkan seorang
pemimpin haruslah memiliki pengetahuan yang luas. Pengetahuan yang luas
meliputi; menejemen kepemimpinan dan lain-lain. Hal ini dinilai penting karena
akan mampu mempengaruhinya dalam mengambil kebijakan. Sebuah kebijakan yang
sesuai dengan harapan masyarakat dan membawa kemaslahatan secara umum dan
merata.
Di samping memiliki pengetahuan yang luas, seorang pemimipin haruslah
adil. Adil yang dimaksud adalah tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak senantiasa
mengerjakan dosa kecil. Sedangkan sang hujjatul Islam, al-Ghazali
memaksudkan adil dengan wara’. Tampaknya, syarat ini sulit diterapkan di masa
sekarang, di mana sulitnya menghindari perkara syubhat. Tapi, paling tidak
seorang pemimpin memiliki komitmen yang kuat untuk menghindari perkara
tersebut.
Jika saja syarat-syarat di atas
sungguh terjadi bagi seorang pemimipin, maka dialah pemimpin yang ideal dan
sesuai dengan harapan masyarakat. Namun, masalahnya sulit menemukan kriteria
pemimpin yang memenuhi beberapa syarat tersebut. Paling tidak, seorang memiliki
komitmen yang kuat untuk memperjuangkan nasib rakyatnya.
[1] http://forum.detik.com/daftar-10-negara-terkorup-di-dunia-2012-t364858.html,
15 Desember 2012.
[2] Dr. Yahya Ismail, Manhaj
as-Sunnah fil ‘Alaqah baina al-Hakim wal Mahkum, Madinah: Dar al-Wafa’.
subhanallah.. luar biasa
ReplyDeletekira kira masih ada gak pemimpin yang seperti kita harapkan ya pak +muzhof san
ReplyDelete